Pengakuan Kades Bogor usai Tak Dapat Setoran dari Tambang, Biasa Terima 25 Miliar Per Tahun

WARTA BOGOR – Kepala Desa Rengasjajar, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Rusli berani bicara tak senonoh pada Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Rusli menyebut bahwa Dedi memiliki pasal yang membuatnya menjadi tak pernah salah.

Rusli merupakan salah satu pemilik tambang yang terdampak kebijakan Dedi Mulyadi. Ia mengelola sembilan tambang di kawasan Kabupaten Bogor.

Kini usaha tambangnya tak bisa beroperasi karena dihentikan Dedi Mulyadi.

Rusli viral di media sosial setelah istrinya sombong pamer uang. Padahal saat bertemu Dedi Mulyadi, Rusli mengeluh karena terdampak penutupan tambang.

Sekarang baru terungkap penghasilan Rusli bukan hanya dari jabatan Kades yang sudah dia emban selama tiga periode.

Rusli memaparkan bahwa setiap harinya pemerintah desa menerima setoran dari truk tambang sebesar Rp 100 ribu, setiap hari. Sedangkan menurutnya ada sekitar 500 unit truk dari delapan perusahaan tambang yang setiap hari memberi Rp 100 ribu.

Jika dikalkulasi maka satu hari pemerintah desa menerima Rp 50 juta dari semua sopir truk tambang.

“Rp 100 ribu pungutan yang diterapkan setiap pemerintah desa di setiap gunung dari satu tronton. Rp 20 ribu yang kuli meratakan, Rp 20 ribu pengurus di dalam, jadi sisa 60 ribu, Rp 15 ribu kami serahkan kepada tambahan aparatuir desa, RT RW linmas, sisanya kami simpan di kedusunan dibagikan setiap tahun, dan pembangunan yang tidak boleh oleh dana desa seperti majelis taklim, masjid, musala,” katanya.

“Nya ngagerung atuh kades leungit Rp 50 juta sehari,” timpal Dedi Mulyadi.

“Kan gak pernah dipakai kami,” aku Rusli.

Selain uang harian dari truk, perusahaan tambang setor bulanan ke pemerintah desa.

“Dari perusahaan juga ngasih ke pemerintah desa, berupa uang bulanan Rp 5 juta ada yang Rp 7,5 juta biaya operasional,” katanya.

Maka jika ditotal, uang setoran dari pihak tambang yang diterima Rusli sebagai kades bisa mencapai Rp 25 miliar sampai Rp 30 miliar setahun.

“Miliaran satu tahun tapi kompensasi dibagikan ke masyarakat per tahun, bisa Rp 1 juta Rp 500 ribu kalau mau lebaran. 9 masjid sudah dibangun dari dana itu,” katanya.

“Rp 25 miliar harusnya sudah bisa membangun infrastruktur yang baik,” kata Dedi Mulyadi.

Tapi nyatanya kondisi di Cigudeg, Rumpin, dan Parungpanjang justru semrawut. Jalan rusak parah, macet setiap waktu, hingga ancama kesehatan karena debu tambang.

Dedi Mulyadi mengatakan meski memiliki pemasukan melimpah, namun masyarakat sekitar juga tidak sejahtera.

“Yang kaya orang luar. Orang sananya jadi baleunghar (kaya) gak?” tanya KDM.

“Ada pak anu beunghar,” timpal Rusli.

“Nya pak lurah,” kata Dedi Mulyadi.

Rusli mengklaim dia sebagai pengusaha dan pemilik perusahaan lain sudah memberi keleluasaan bagi warga yang bisnis batu tambang.

“Banyak yang jadi suplier, kredit mobil Palisade. Sekarang jadi kredit macet, ada juga warga yang dikasih keleluasan potongan harga per kubik. Misal split Rp 160 ribu kita masukan uang Rp 5 juta dikasih potongan Rp 5 ribu. Dari situ lah masyarakat yang namanya pengurus mobil dan mogek,” kata Rusli.

Tapi pada faktanya tidak semua masyarakat sejahtera setelah gunung-gunung di kawasan itu ditambang.

 

 

 

Sumber: TribunnewsBogor.com