JAKARTA-WARTABOGOR.id – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate mengakui bahwa ada sejumlah pasal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang kerap dianggap ” pasal karet”.
Dua di antaranya adalah Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Meski demikian, Johnny mengatakan bahwa kedua pasal tersebut sudah diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan terbukti telah sesuai dengan hukum yang berlaku (konstitusional).
“Perlu dicatat bahwa Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE, yang kerap kali dianggap sebagai ‘pasal karet’, telah beberapa kali diajukan uji materiil ke MK serta selalu dinyatakan konstitusional,” ujar Johnny.
Dasar hukum ranah digital ini sejalan dengan wujud penyusunan perundangan yang dilakukan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, misalnya berhubungan dengan ketentuan yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Ia menambahkan, pemerintah bersama DPR RI sendiri telah melakukan revisi terhadap UU ITE pada tahun 2016 lalu, merujuk pada beberapa putusan MK.
Namun, apabila ada arahan tambahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk merevisi UU ITE atas dasar implementasinya yang ternyata tidak adil, maka ia siap mendukung langkah tersebut.
“Upaya-upaya di atas terus dilakukan dan dioptimalkan oleh Pemerintah. Namun, jika dalam perjalanannya tetap tidak dapat memberikan rasa keadilan, maka kemungkinan revisi UU ITE juga terbuka, kami mendukung sesuai arahan Bapak Presiden,” pungkas Johnny.
Banyak pasal bermasalah
Sebagai informasi, sejak disahkan pada 2008 lalu, UU ITE kerap mendapat kritikan. Sebab, di dalamnya ada sejumlah pasal yang dianggap membatasi kebebasan berekspresi di internet.
Dianggap membatasi karena kerap dijadikan landasan untuk membawa orang-orang yang melontarkan kritik di dunia maya ke ranah hukum, terutama pasal 27 ayat (3) yang disebutkan oleh Johnny
Untuk diketahui, sejak diresmikan, UU ITE, khususnya pasal 27 ayat 3 sudah menjerat puluhan orang. Sepanjang tahun 2020 lalu saja, SAFEnet mencatat sudah ada 34 kasus yang terjerumus pasal karet ini.
Bisa direvisi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas pada Senin (15/2/2021) kembali mengingatkan bahwa semangat UU ITE adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia, agar lebih bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif.
Jika ternyata dalam pelaksanaannya tidak memberikan keadilan bagi masyarakat, Jokowi mengatakan dirinya bisa saja meminta DPR untuk melakukan revisi dan menghapus pasal-pasal karet dalam UU ITE tersebut.
Sebab, menurut Jokowi, pasal-pasal dalam UU ITE tersebut bisa menjadi hulu dari persoalan hukum.
“Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa beda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” kata Jokowi sebagaimana dikutip dari Antaranews
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga mengungkapkan bahwa pemerintah akan mendiskusikan inisiatif untuk meakukan revisi terhadap UU ITE. Hal tersebut diungkapkan Mahfud melalui sebuah kicauan di Twitter.
“Jika sekarang UU tersebut (UU ITE) dianggap tidak baik dan memuat pasal-pasal karet, mari kita buat resultante baru dengan merevisi UU tersebut,” tulis Mahfud.(kompas.com)